Laksana Mimi Lan Mintuna
Mimi lan Mintuna adalah binatang yang tidak pernah berpisah satu sama lain.
Sebab, sifatnya melekat dan tidak pernah berpisah.
Binatang tersebut dijadikan lambang bagi suami istri untuk selalu bersatu padu secara lahir dan batin.
Tujuannya, agar keduanya dapat hidup tenang, tenteram, dan selamat.
Pasangan suami istri yang menjalani kehidupan berumah tangga harus menerapkan asas setel kendho.
Asas tersebut adalah saling mengendalikan keinginan diri dan pasangan agar hubungan harmonis.
Keduanya merupakan tokoh fenomenal dalam cerita pewayangan yang hidupnya selalu rukun, tidak bertengkar ataupun berpisah.
Baca Juga: Cara Menghitung Hari Baik Pernikahan Menurut Primbon Jawa
Masyarakat Jawa secara umum menyebut setiap pasangan suami istri pasca pernikahan dengan istilah garwa (sigaraning nyawa).
Istilah ini dalam bahasa Indonesia diartikan pecahan atau setengahnya nyawa.
Adapun nyawa adalah sumber kehidupan.
Dalam berumah tangga, suami istri harus bersama-sama merasakan suka duka (ringan sama dijinjing, berat sama dipikul).
Jika suami istri memahami peran mereka sebagai pasangan jiwa, mereka akan sukses menghadapi segala tantangan rumah tangga.
Moms, kehidupan berumah tangga secara umum tidak terlepas dari kecukupan sandang, pangan dan papan.
Kecukupan sandang, pangan, dan papan dianggap sebagai kebutuhan primer.
Secara kalkulatif, tiga kebutuhan primer di atas dapat tercukupi melalui pengelolaan ekonomi rumah tangga secara proporsional dan fungsional (gemi nastiti).
Karakter pemboros yang berbelanja tanpa mempertimbangkan kondisi bertentangan dengan prinsip hidup Jawa yang dikenal sebagai gemi nastiti.
Semakin terkelola dalam mencari dan mengatur keuangan dalam rumah tangga, seseorang akan semakin bahagia.
Perihal ini selaras dengan ajaran Asthagina yang berisi delapan kegunaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan berumah tangga di antaranya:
Umur Pernikahan yang Panjang
Mitos yang terakhir adalah umur pernikahan yang Panjang. Karena mitos-mitos yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pasangan ini dipercayai akan memiliki umur pernikahan yang panjang, bahkan banyak yang mempercayai bahwa mereka akan berpisah karena takdir atau kematian loh.
Nah, itu deretan mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir yang dapat Viva berikan rangkumannya ke kamu. Apakah kamu salah satu yang mempercayainya?
2. Kehidupan Rumah Tangga Bahagia
Gagasan menikahkan anak tertua di satu keluarga dengan anak bungsu di keluarga lain telah ada selama berabad-abad – bahkan disebut sebagai ‘mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir’.
Hal ini karena diyakini bahwa kombinasi dari dua tipe kepribadian yang berbeda membuat pernikahan yang ideal. Anak tertua sering terlihat dewasa, pekerja keras, dan bertanggung jawab, sedangkan anak bungsu sering terlihat manja, riang, dan kurang dewasa.
Terlepas dari mitosnya, ada banyak variabel berbeda yang perlu dipertimbangkan saat memilih pasangan, dan banyak variabel yang dapat menciptakan hubungan yang sukses dan tahan lama. Artikel ini akan mengeksplorasi mitos pernikahan anak pertama dan anak terakhir, serta variabel nyata yang membuat kemitraan yang sukses dan saling menguntungkan.
Moms, Anak pertama menikah dengan anak terakhir mitosnya tidak akan langgeng.
Bahkan, baiknya untuk tidak menikah. Namun, benarkah demikian?
Menurut kepercayaan Jawa, terdapat sebuah mitos yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat.
Kepercayaan itu berupa pernikahan "tumbu ketemu tutup" yaitu pernikahan anak pertama dengan anak terakhir.
Ada juga yang menyebutkan sebagai perkawinan yang kedua mempelainya dianggap serasi, cocok dan pas.
Serasi di sini dalam artian karakter gaya hidup, misal serasi, rajin dengan rajin.
Dilansir dari UIN Satu Tulungagung Institutional Repository, kepercayaan ini sudah ada sejak zaman dahulu.
Bahkan, dalam karya-karya Sultan Agung, sang raja Jawa yang mengembangkan primbon, neton, dan perjodohan, istilah “tumbu ketemu tutup” tercatat di dalamnya.
Istilah tersebut mengandung makna yang sama, serasi, cocok.
Semisal orang yang hemat menikah dengan orang yang sama hematnya juga, atau orang yang pekerja keras menikah dengan orang yang sama pekerja keras juga.
Pasangan suami istri yang menikah dan dijuluki “Tumbu ketemu tutup” merupakan mereka yang dalam banyak sisi memiliki kecocokan.
Ibarat timbangan, keduanya bernilai sama, tidak berat ataupun ringan sebelah.
Tidak diketahui secara pasti darimana asal mula istilah “tumbu ketemu tutup”, lho Moms.
Namun, istilah "tumbu ketemu tutup" ini terjadi karena adat kebiasaan masyarakat itu sendiri dan mengalir begitu saja menjadi sebuah peribahasa atau ungkapan.
Dari turun temurun sudah ada istilah tersebut, dan itu menjadi kebiasaan orang jawa.
Baca Juga: Begini Cara Menghitung Weton Jawa untuk Pernikahan, Calon Pengantin Wajib Tahu!
Kerugian Perkawinan ini
Mitos anak pertama dan anak terakhir sebagai pernikahan idaman memang cukup menggelitik. Perkawinan ini sering disebut sebagai ‘perkawinan yang pertama dan terakhir’, dan dianggap memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.
Di satu sisi, pasangan yang lebih tua cenderung lebih dewasa dan berpengalaman, serta dapat memberikan bimbingan dan stabilitas bagi pasangan yang lebih muda. Di sisi lain, pasangan yang lebih tua berpotensi terlalu mengontrol dan mendominasi pasangan yang lebih muda, yang dapat menyebabkan hilangnya kebebasan dan otonomi mereka.
Pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan pernikahan jenis ini bergantung pada kemampuan pasangan untuk berkompromi dan menghormati satu sama lain.
Akan Menjadi Pasangan Ideal
Pernikahan anak pertama dengan anak terakhir dalam Mitos Jawa akan menjadi pasangan yang ideal. Hal ini dikarenakan, kebanyakan anak bungsu yang memiliki karakter manja, merasa nyaman menjalin hubungan dengan anak sulung yang memiliki karakter mandiri.
Sementara anak sulung dapat memahami kemanjaan anak bungsu karena sudah belajar dari adik-adiknya sendiri. Sehingga kedua karakter mereka akan saling melengkapi sebagai pasangan ideal dan kehidupan pernikahan mereka berjalan harmonis.
Semua pasangan pasti mendambakan kebahagiaan dan keseriusan dalam suatu hubungan.
Mitos ketiga tentang pernikahan anak pertama dengan anak terakhir yakni akan menjadi rumah tangga yang mandiri. Terciptanya rumah tangga yang mandiri dikarenakan si sulung yang bertanggung jawab dan mandiri. Sehingga bisa menjadi pemimpin dan suami yang baik.
Meskipun si bungsu memiliki sifat yang manja dan egois. Dengan kata lain sifat mereka akan saling melengkapi dan melengkapi.
Pasangan begitu bahagia saat sedang berpacaran.
Mitos lain tentang pernikahan anak pertama dengan anak terakhir yakni akan mampu menyelesaikan masalah rumah tangga dengan baik. Dikarenakan si sulung akan mengayomi si bungsu untuk menghadapi segala permasalahan rumah tangga mereka dengan baik.
inilah penjelasan mitos pernikahan anak pertama dengan anak terakhir berdasarkan prediksi pada sifat dan kepribadian keduanya.
Ilustrasi pasangan bahagia.
Mitos kedua tentang pernikahan anak pertama dengan anak terakhir yakni akan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Terciptanya kehidupan rumah tangga yang bahagia karena segala kebebasan dan hasil dari keegoisan bisa diredam dengan baik. Dimana si sulung dengan sifatnya yang mau mengalah dan tidak akan berebut keegoisan dengan si bungsu.
Mikul Dhuwur Mendhem Jero
Anak pertama menikah dengan anak terakhir selanjutnya adalah mikul dhuwur mendhem jero.
Mikul dhuwur mendhem jero adalah sikap seorang anak untuk menjunjung tinggi kehormatan kedua orang tua.
Caranya adalah dengan menyimpan aib serta kekurangan orang tua sebaik mungkin, sekaligus mengharumkan jasa orang tua.
Selain diwajibkan bagi setiap anak, sikap ini secara khusus juga harus dilakukan suami-istri dalam keluarga.
Artinya, seorang suami harus menutup rapat-rapat aib, kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh istri.
Caranya dengan menampilkan kelebihan, keunggulan, serta kehebatan yang dimilikinya.
Begitu pula sebaliknya sikap istri terhadap suami harus mikul dhuwur mendhem jero.
Dengan begitu, perjalanan rumah tangga membuat keluarga harmonis secara lahir maupun batin.
Pasang sumeh njroning ati berarti suami dan istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga harus...
Dampak Mitos Anak Pertama Menikah dengan Anak Terakhir
Mitos ini memainkan peran besar dalam membentuk nilai, cita-cita, dan kepercayaan suatu masyarakat. Ini dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, atau untuk memberikan bimbingan moral.
Di banyak budaya, mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir dari keluarga yang berbeda adalah hal yang umum. Ini berfungsi untuk memperkuat gagasan bahwa menikahi anggota keluarga termuda adalah penyatuan yang ideal.
Mitos ini didasarkan pada gagasan bahwa anak bungsu lebih manja sehingga lebih cenderung patuh dan menghargai dalam pernikahan. Ini juga menunjukkan bahwa penyatuan dua keluarga yang berbeda dapat bermanfaat dan harmonis, karena anak tertua dan bungsu membawa kekuatan yang berbeda dalam hubungan tersebut.
Pada akhirnya, mitos ini memperkuat gagasan bahwa pernikahan seharusnya tidak hanya didasarkan pada ketertarikan fisik, tetapi pada kualitas yang lebih bermakna seperti kesetiaan dan penghargaan.